Langsung ke konten utama

Postingan

Untaian Kata

Orang bilang, untaian kata dapat mewakili rasa. Orang bilang, untaian kata dapat menghancurkan segalanya. Orang bilang, untaian kata dapat membangun rasa percaya. Bagiku, untaian kata dapat memporak-porandakan rasa di dada. Apalagi ketika kau berkata bahwa semuanya tak lagi sama. Kita yang dahulu pernah sedekat nadi, namun kini harus saling berjauhan bagai bumi dan matahari. Kita yang dahulu pernah saling mengisi hari-hari, kini saling melupakan apa yang pernah terjadi. Secepat itukah, sebuah rasa harus kurelakan. Secepat itukah, rasa sayang harus diikhlaskan. Secepat itukah, hati ini harus dihancurkan. Kamu. Seorang yang berhasil mengisi hatiku beberapa belas bulan belakangan. Namun sayang, kini tak ada lagi yang bisa diharapkan. Dariku, yang masih memiliki perasaan.
Postingan terbaru

Secuil Cerita Tentang ODOP dan Aku

Menulis. Sesuatu hal yang menurut beberapa orang mudah. Awalnya, aku pun merasa begitu karena semua beban yang ada di ubun-ubun bisa kutuangkan dalam tulisan. Meskipun bentuknya benar-benar awut-awutan dan jauh dari kata benar. Selama itu, aku masih merasa bahwa menulis adalah sesuatu hal yang mudah sebelum kutemukan komunitas menulis paling keren yang benar-benar kucintai ini. One Day One Post . Awal memasuki komunitas ini, aku merasa ketar-ketir juga karena takut tak bisa konsisten dalam menulis. Hingga akhirnya hari demi hari berlalu dan aku beserta 46 orang lainnya dinyatakan lulus dari ODOP. Tapi, perjuangan tak hanya sampai di situ saja. Masih ada materi untuk kelas lanjutan yang mewajibkan anggotanya untuk memilih antara fiksi atau non fiksi. Dan karena kesenanganku adalah berkhayal, maka aku pun memilih fiksi untuk menjadi kelanjutan studiku. Masuk di kelas fiksi, aku merasa benar-benar bodoh. Tulisanku jauh sekali di bawah kawan-kawan seperjuangan yang rata-rata sudah

Kesenjangan Zaman

Rinai hujan yang setitik demi setitik membasahi bumi pertiwi tak lagi berarti. Ratusan prestasi sana sini tak lagi ternilai. Generasi baru yang lebih hafal logaritma daripada bahasa Jawa. Perlahan menggusur generasi lama yang buta aksara. Ludruk, kethoprak, karawitan. Tak lagi ada yang mampu menguasainya. Cunduk Menur, Kecak, Saman. Tak lagi ada yang tertarik mempelajarinya. Puluhan cerita rakyat jelata yang turun temurun tak pernah habis masanya. Kini tak lagi ada yang tahu seluk beluknya. Beragam etnis serta adat yang dahulunya diagungkan, bisa dibilang telah dilupakan. Ludruk yang dulunya menghiasi sudut sudut kota untuk dijadikan ajang berbagi rasa, kini tak lagi menarik hati para pemirsa. Karawitan yang dulunya musik favorit banyak kalangan, kini tak lagi diperdengarkan. Hey, inikah yang namanya zaman modern? Inikah yang namanya zaman kejayaan? Puluhan ribu medali dibawa pulang namun tata krama pun semakin hilang. Bocah bocah kecil yang seharusnya mencari kawan malah

1 of 365

1 Januari. Hari pertama pada setiap tahun. Dan kini, dunia telah semakin tua dengan bergantinya tahun menjadi 2018. Lembaran kisah pada tahun lalu telah tergantikan dengan calon kisah baru. Harapanku di tahun ini tak muluk muluk seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena aku sadar di umurku yang akan semakin bertambah ini, segalanya akan terasa lebih sulit bila aku tak merancang tujuan untuk masa depan. Harapanku di tahun ini adalah, semoga dilancarkan dalam menghadapi segala ujian akhir seperti Ujian Praktek, USBN, dan UN. Serta diberi kemudahan untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah. Semoga lancar SNMPTN, SBMPTN, dan harapanku yang paling besar adalah lolos USM PKN STAN, mulai dari awal hingga akhir. Kurasa itulah harapanku mengenai pendidikan lanjut. Untuk keluarga, harapanku semoga aku bisa membanggakan mereka. Setidaknya, tujuan utamaku setelah sukses nanti (aamiin) adalah menaikkan haji kedua orang tua serta kakek nenekku. Karena merekalah yang paling berjasa d

2017 dan Secuil Pengalaman Baru

Awal tahun 2017, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 11 masuk semester 2. Di awal tahun ajaran, ada salah satu wartawan dari Koran Memo yang mewawancarai organisasi pramuka di sekolahku. Hanya perwakilan saja sih, karena yang diwawancarai hanya BPH dan salah satu anggota dewan yang lain. Kebetulan, aku menjabat sebagai Kerani (sekretaris), maka otomatis aku ikut diwawancarai. Waktu itu, aku mengatakan bahwa impianku di tahun ini adalah menjadi Duta Kesehatan Remaja Kota Kediri tahun 2017 dan bisa membuat karya yang disukai orang lain. Ini terjadi pada awal bulan Januari 2017. Selain itu, aku juga sangat ingin memenangkan olimpiade siswa kota mata pelajaran fisika (karena memang dari kelas 10 aku sudah mengikuti bimbingan olimpiade di sekolahku). Namun, Allah berkehendak lain. Karena begitu padatnya kegiatan pramuka pada bulan Januari hingga Mei, aku jadi tidak bisa untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang ingin aku raih. Hingga akhirnya, ketika teman-temanku mengikuti beberapa

Remorse

Bunyi gawai terus saja memenuhi isi rumah minimalis di sudut kota itu, tanpa ada yang berniat untuk mengambilnya. Bukannya tak ada orang, namun seluruh penghuni rumah sudah tertidur pulas karena jam dinding yang menggantung di atas potret keluarga itu telah menunjukkan pukul satu pagi. Gawai berwarna pink cerah itu terus saja bergetar dan berbunyi nyaring, hingga membangunkan salah satu anggota keluarga itu. Dengan sedikit terhuyung, seorang wanita dengan lingkar hitam di area matanya berjalan tergesa menuju gawai miliknya yang diletakkan di atas etalase kaca di ruang keluarga. “Assalamu’alaikum, ada apa Mbak Nani telepon malam-malam begini?” ucap wanita itu setelah melihat sekilas caller identity orang yang menelponnya. “Wa’alaikumussalam, Raza Wid Raza,” jawab seseorang yang diketahui bernama Nani itu dengan helaan napas berat. Sejak tadi, dirinya sudah kebingungan menghubungi seluruh sanak saudara mengenai kondisi Raza, cucunya yang baru saja menginjak umur empat tahun

First Impression

“Shariaaa tungguinnnn,” teriak seorang gadis berjilbab putih dari ujung koridor sambil mengangkat sedikit rok biru dongker nya agar langkahnya lebih leluasa. Bros berwarna merah dengan bentuk stroberi yang terpasang manis di kepala sebelah kirinya berayun-ayun kecil mengikuti setiap langkah kakinya yang tergesa. Sementara di ujung koridor yang lain, gadis dengan seragam yang sama dengan gadis tadi masih berjalan santai tanpa menghiraukan teriakan kawannya itu. Langkahnya tetap sama, tanpa berkeinginan untuk mengurangi kecepatannya. Dari wajahnya tersirat senyuman iseng yang menyebalkan, tentu tanpa sepengetahuan kawannya. “ Hoy Shariaaa!! Tungguinn!” teriak gadis itu lagi sambil menambah kecepatannya untuk menyusul kawannya yang sedang menulikan diri. “ Hueh dipanggilin daritadi juga,” ucap gadis itu setelah bisa menyejajarkan langkahnya dengan gadis satunya, nafasnya lumayan terengah juga karena berlarian dari kelas mereka yang terletak di koridor paling ujung. “Salah sendiri